Kamis, 26 April 2018

[Diary] Are you romantically hopeless?


Love life, masa muda mana sih yang gak punya kehidupan cinta toh cuma sekedar tentang cengcengan atau gebetan. Flat rasanya kalau gak pernah mengalami kehidupan percintaan, begitukah? Love life disini sepertinya bahasannya ya sekitar cinta-cintaan sama lawan jenis maksudnya. Saya sebenarnya geli dan bahkan lebih awam tentang love life, saya orang yang hampir jarang dan hampir gak pernah cerita masalah ini ke teman atau sahabat. Saya orang yang benar-benar tertutup untuk urusan love life. Namun saya mulai terbuka ketika umur saya menginjak 20 tahun ke teman saya. Berat rasanya membuka percakapan soal ini bukan pada keluarga. Itu menurut saya adalah masalah pribadi yang gak perlu diumbar. Dan apakah reaksi teman?

Tapi, saya punya beberapa kawan yang gemar curhat atau “berkonsultasi” dengan saya mengenai love life (sebenernya saya berat ngomong love life dan apa iya?). Karena saya hanya  tempat nampung curhat dari sana sini, saya hafal betul gimana mereka bercerita. Mulai dari yang PDKT, pacaran, putus nyambung sampai yang sudah mau bubar, semuanya dibahas. Gimana? Siapa yang jadi ladang curhat? Mereka bakal cerita sampai ada yang nangis bawang, bahagia setengah mati, minta pendapat atau advice saya tentang kondisi hubungan mereka dan bahkan ada yang cuma ingin cerita, saya cuma denger aja. Saya kalau diminta pendapat juga gak selalu jawab? karena itu masalah hati mereka bukan hati saya. Saya juga gak sepengalaman mereka yang sudah ganti pacar or punya gebetan yang gak cukup masuk gudang. Mubazir gak sih? Ya kecuali kalau itu kembali ke kebaikan mereka, i just give advice when your road is wrong. Saya kadang juga tertawa dalam hati karena mereka tau saya aja gak pernah cerita masalah love life ke mereka, mereka minta advice dari saya. God only knows why haha. Tapi kalau sekedar dengar jadi pelampiasan unek-unek saya adalah pendengar yang baik untuk curhatan.

Dalam curhatan apa ada kata romantasasi? pastinya ada. Di usia sebelum saya 20 tahun ini, sebagai cewek saya juga pernah merasa seperti ini tapi semakin dewasa saya, pemikiran saya tidak terpatok pada harapan dengan menanam emosi yang tidak berlebihan. What is PHP? Pemberi harapan palsu, berharap tapi akhirnya kandas. Saya rasa tidak ada kata PHP jika tidak dibangun dari dirinya sendiri, kita hanya kurang mengontrol emosi dalam mengharapkan kelebihan dari hari ini. Ada teman saya yang bercerita dia merasa seperti ada di permainan tarik tambang yang ditarik ulurkan padahal tidak ada keterikatan diantara keduanya, like just friendzone maybe. Yah.. walaupun sebagai cewek yang pernah remaja saya pernah merasakan itu dulu padahal menurut saya gak ada istilah PHP atau friendzone. 

Dari semua curhatan yang pernah saya dengar, ada hal yang membuat kenapa istilah itu muncul dengan mudahnya. Ini karena kita dapat meromantisasi segala hal yang berhubungan dengan perilaku lawan jenis terhadap kita. Kenapa? Pendapat saya apa salah? No, let me explain about that

Saya pernah baca dari suatu postingan di line yang membahas ini juga, makanya saya berpikir untuk memakai judul ini untuk mengisi blog saya. Bagi wanita pada dasarnya lemah lembut dan sangat menyukai bila semua perhatian tertuju padanya. Oleh sebab itu, salah satu faktor wanita sangat mudah mencintai seseorang. Apalagi jika lawan jenis yang ia sukai sangat memperhatikan dirinya. So.. this way bagaimana seorang wanita bakal baper atau GR. Bagaimana tidak?


Semua bahkan cowok pun saya rasa juga bisa, sering baper atau GR wajar gak sih? wajarlah menurut saya, kenapa harus ngelak dari kenyataan. Ketika berinteraksi atau mendapatkan perlakuan tertentu dari lawan jenis, apa yang terjadi? Baper. Gimana yang gak baper nonton drama romance aja baper. Diajak makan bareng, GR. Diajak jalan bareng, baper. Diajak ngobrol, GR. Di chat terus setiap hari pagi siang malam, Baper. Terus terang saya gak suka sama orang yang nanya lagi apa? udah makan belum? udah mandi belum bla bla bla sampai pagi siang malam pun begitu, iya sih itu trik PDKT biar bisa ngobrol (chat) sama gebetannya terus. Helo bro, you know ini terlalu kelasik. Saya hanya bakal chat lama entah sama cewek atau cowok sampai tengah malam kalau mereka teman saya akrab. Karena mereka tau saya, dan obrolan mereka gak basi.


Karena cewek sebenernya suka basa-basi romantis? gak semua cewek suka keromantisan yang hanya omongan dari mulut bahkan dari chat. Tapi saya bukan tipe yang peka di romantisisasi oleh lawan jenis. Bahkan sampai ada yang bilang kesaya "Lo normal kan tapi?"...WHAT! Ya iyalah, kalau ada yang bilang ke saya seperti itu bahkan hati saya serasa gak kuat pengin ngumpat haha.


Pernah gak pertama kali di chat/ telp "gak ada yang marah kan aku chat sama kamu?" so what.. saya punya pacar pun saya bilang gak ada. Bukan maksud saya nerima cowok sana sini kaya bunga dan kumbang. Karena saya anggap sebagai menjalin pertemanan, kenapa tidak? apa saya harus bilang saya punya pacar nanti dia marah terus anda juga gak bakal chat saya lagi. Helo guys sekarang jaman sudah maju, info dimana-mana pemastian jomblonya seseorang yang akan kalian chat seharusnya di gali dulu. Ya walaupun mungkin itu basa-basi. Apakah kata-kata itu juga diromantisasi supaya kelihatan dia tidak dalam harapan? I don't know, maybe. Padahal belum tentu pengharapan yang lancar berbuah manis.

Bahkan, sedikit curhat, saya hampir selalu dikenalkan cowok sama teman-teman saya. Iya sih di sosmed saya kelihatan jomblo, isinya kalau gak saya ya teman-teman saya yang kebanyakan juga cewek. Saya akuin disana emang saya kelihatan jomblo. Bahkan hidup saya dinilai sangat datar, no love life, seriously, i just not want to tell about that atau menginfokan ke publik 'halo gue punya pacar lo'. Nah itulah yang mempengaruhi keadaan seseorang yang melihat akan meromantisisasi kehidupannya, saya yakin pasti ada yang bilang bahwa itu relationship goals banget, terus yang upload foto GR. Padahal belum tentu kehidupan cinta nya semulus yang di pamerkan di sosmednya atau cuma mau dianggap mulus.

Kadang saya gak suka romantisasi alias i want to the point, setelah saya berani curhat keteman mereka bakal jawab "jangan gitulah" "lo kudu buka hati lo" "jangan terlalu pilih" "kamu tuh jangan terlalu dingin" blaaa blaaa blaa whatever. Let me explain about this, sekejam apapun saya ada batasnya untuk menanggapi. Jodoh itu ada takdirnya masing-masing belum tentu saya menerima dia dan ternyata hanya sebatas sampai pacaran. Single itu pilihan masing-masing, cukup dengan menyimpannya dalam doa bung dan fokus memperbaiki diri sendiri kearah yang lebih baik (jodoh? next post oke).

Pernah gak sih nerima cerita seperti teman saya ini, merasa di PHP karena dia hanya LDR dan baru kenal 1-2 bulan atau mereka temanan akrab ada sebutan sayang masing-masing dan suka bercanda bareng dan kalian meromantisasinya dengan kupu-kupu diperut atau bunga-bunga dihati. Padahal cuma ketemu lewat video call, telp, skype, chat. Apa ini gejala yang salah? Tentu saja tidak. Sebagai orang yang suka to the point dan gak peka romantisasi saya anggap itu manusiawi. Menurut saya hanya bagaimana cara kita mampu atau tidak mampu mengontrol emosi. Orang yang sedang kasmaran bakal merasa seperti itu, karena dia mengharapkan kelebihan dari hubungannya. Ini lah kenapa to the point juga perlu.

Saking kasmarannya, secara tidak sadar kita membangun harapan atau ekspektasi yang terlalu tinggi, Kita berandai-andai akan terjadinya suatu kisah romantis sampai di suatu titik dimana kita lupa, atau bahkan enggan, mempertimbangkan realitas, dan ketika realitas muncul di depan mata, kita sering mengelaknya. Bahkan ada cowok yang merasa seperti itu, banyak malah. Cewek mungkin juga bisa memberi harapan, seperti membalas terus chat mereka (padahal sebenarnya si cewek hanya merasa sungkan jika tidak balas). Diajak jalan mau, nonton, makan bareng tapi dia nya menganggap friendzone.


Dalam hubungan pertemanan sebelum pacaran istilah PHP dan friendzone tidak ada dalam urusan cinta ini menurut saya jika itu tidak kalian konstruksi sendiri. Pemberi harapan palsu tercipta karena dirinya sendiri yang melebeli itu, friendzone, dia menciptakan ini hanya sebatas mencari teman apa zona ini terlarang. Apa yang dilakukan? Biasanya bingung, kesal, marah, kemudian melampiaskan emosi ke orang yang bersangkutan. Mereka kita labeli dengan istilah Pemberi Harapan Palsu (PHP), tukang modus, sok ganteng, sok cantik dan sok sok lainnya. Padahal harapan itu memang tidak pernah ada sedari awal alias cinta fatamorgana. Kalau sudah begini sangat tinggi kemungkinan hubungan pertemanannya rusak, things get awkward, you try to avoid him/her as much as possible and you end up being resentful, which I think is preposterous and comical at the same time.

Apakah batasan antara teman dan lebih dari teman sudah begitu samarnya sampai sekedar berbuat baik pun di cap modus? This think hanya berasal dari pemikiran sendiri jadi menurut saya istilah itu samar karena tidak ada kaitannya kita emang dikasih harapan atau dikasih lebih dari zona itu. Saya melihat tidak ada yang salah jika ada teman laki-laki yang mengantarkan teman wanitanya pulang karena sudah malam. Tidak ada yang salah juga ketika ada teman wanita membalas chat kasih semangat dan perhatian, mau diajak jalan atau nonton karena emang dasarnya wanita gak suka sendiri maunya ada teman yang menemani kalau kemana-mana istilahnya lebih asyik. Isn’t that what friends are for? To take care of each other? Kalau bukan, lalu apa? Hanya sebatas lawan bicara? Itu bukan teman, itu namanya kenalan atau relasi (Silakan dihitung kembali ada berapa temanmu, atau jangan-jangan selama ini kamu cuma punya banyak kenalan dan relasi, tapi teman nihil?). Toh gak ada batas untuk mencari teman disegala jenjang maupun lawannya.


"Ciye!", sejak saya TK sampai SMA bahkan saya sudah duduk dibangku kuliah kata itu sering terdengar dan mengiang di telinga saya yang disematkan oleh seisi kelas kepada kita saat ada interaksi dengan lawan jenis (not always, but very often). Kemudian saya berpikir, trend seperti itu muncul darimana, kenapa sedikit sedikit diromantisasi? Trend ini yang membuat baper salah satu bahkan dua-duanya padahal statusnya hanya teman dan begitupun ada pengharapan setelahnya. Penciptaan romantisasi juga tercipta dari lingkungan yang kurang menerima kenyataan dan terlalu terbawa arus emosi.

Saya tidak tahu pasti, tapi saya yakin ini erat hubungannya dengan konsumsi media hiburan, entah genre musik, film, sinetron, tv show, sosial media bahkan literasi juga. Gimana tidak media ini adalah konsumsi masyarakat sebagai hiburan dan tema kebanyakan adalah Love Life yang membius dengan adegan romantis. Coba dipikir, tema apa yang sangat laris? Tema percintaan. Santapan paling ringan bikin hati degdeg an, baper, terbawa suasana. Descendant of The Sun (DOTS) adalah drama korea yang bahkan booming di kelas bangku kuliah saya, temanya cinta yang dilandasi militer dan kedokteran. See.. berbondong-bondong pada nonton. Tapi saya punya drama korea yang temanya bukan cinta atau galau mana ada yang mau lihat seperti SIGNAL dan MISAENG.  Lagu apa yang laris? Tema percintaan. Tema galau Itu yang laku. Dan kita akan merasa, ah lagu ini lagu saya, persis love life saya. Nah inilah kenapa kita bilang bahwa romantisasi sering terjadi. Dari musik pop galau, film cerita cinta di Eropa, sinetron kisah asmara antara anak konglomerat dengan tukang kebun misalnya, rom-com tv shows, K-Drama romance, hingga postingan IG pasangan artis yang relationship goal banget, dll. Apa itu nyata? Apa semua mematok kepada kisah happy ending? Media tahu betul demand target penontonnya.

Bagi saya ini sudah cukup untuk merefleksikan bagaimana pandangan kita terhadap romantisme itu terbentuk. Kita diberi sugesti secara terus-menerus bahwa kisah cinta itu menyenangkan dan akan selalu berakhir bahagia (happy ending), which is not always the case. Ini yang menurut saya menyebabkan banyak yang terpengaruh fantasi asmara ala ala yang kemudian mendorong mereka untuk segera mewujudkan fantasi tersebut. Hasilnya? Pernah lihat pasangan anak SD/SMP yang panggilan sayangnya Ayah Bunda? atau mereka bahkan membuat surat perjanjian karena nonton film Dilan dengan Materai? atau barang couple seperti cincin dengan nama pasangan masing-masing? Geli? Sama. Inilah generasi sekarang, dari yang jaman dulu ciye ciye sekarang disamarkan dengan generasi kemakan tontonan sinetron.

Begitu pun dengan kita yang (nyaris) dewasa, dengan mudahnya mengumbar kalimat “I love you”.

Guys, love is an extremely strong word, and you should not exploit or betray the integrity of that word. Cinta tidak muncul dengan sendirinya secara ajaib. Cinta dikembangkan, perlu dipelihara dengan kepercayaan yang terbalas. Dan itu membutuhkan waktu. Ini proses yang panjang, lambat dan berantakan. Istilah Cinta pada pandangan pertama bukan ide cinta yang sebenarnya tapi hanya sebatas konsep patologisnya saja. 'Cinta pada pandangan pertama' nampaknya hanya merupakan daya tarik awal yang begitu kuat, yaitu nafsu, seperti diberitakan Reader's digest.com.Setelah pertemuan kencan pertama apakah kita bisa langsung jatuh cinta? Gak kan. Apa yang kita rasa hanya sebatas mengaguminya saja dan menilai kepribadian dari percakapan pertamanya. First love itu hanya istilah yang sebenarnya itu samar alias lebih tepatnya kagum. Yah seperti kita mengagumi artis favorit kita.


Lalu bagaimanakah cara mengontrol perasaan agar tidak terbawa emosi ke cinta samar atau romantisasi yang berlebihan? Jawabannya saya tidak tahu. Kontrol emosi setiap orang sangat berbeda atau mungkin kedewasaan yang menyelamatkannya sendiri. Saya bukan ahlinya, apa harus seperti saya membentengi dengan dasar saya orangnya kurang peka. Tidak juga dan bukan keharusan. Mungkin ada kata dimana wanita sanggup menyembunyikan rasa cintanya pada seorang laki-laki, seperti cinta Fatimah Azzahra pada Ali bin Abu thalib. So jangan melebih-lebihkan lebih utamakan sebutlah dalam doa dan sibuklah memantaskan diri, pada akhirnya mereka dipertemukan. Gak perlu muluk bilang PHP atau di friendzone.


Mungkin Anda harus mencoba mengevaluasi kembali emosi Anda lebih sering. Tanyakan pada diri sendiri apakah perasaan Anda itu asli atau tidak. Mungkin Anda terlalu banyak mengonsumsi K-Drama atau sinetron dengan genre romance? Mungkin Anda hanya merasa kesepian dan butuh teman? Atau mungkin Anda hanya suka menikmati adrenalin untuk jatuh cinta, berada di masa depan, hubungan imajiner, tetapi Anda sebenarnya tidak merasakan cinta hanya ingin meluapkan kepada orang bahwa anda jatuh cinta, apa yang Anda rasakan hanyalah kegembiraan berada bersama seseorang? Jangan malas dan kejam saat mengkritik perasaan Anda sendiri. Anda mengenal diri sendiri lebih baik dari orang lain, know yourself before you judge someone. Urutkan diri Anda dan tinggallah pikiran Anda untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, intinya lebih dalam memantaskan diri dalam kutip bukanlah belajar dandan, kesalon, pakai barang bermerk hanya untuk dilirik lawan jenis. Cukup dekatkan diri dengan Tuhan.

Last but not least, cobalah untuk berhenti egois dan rayakan semua jenis kebaikan yang ditujukan kepada kita, serta kebaikan yang kita tunjukkan kepada orang lain. Hanya karena mereka baik kepada Anda, bukan berarti mereka ingin Anda menguasai mereka. Sebaliknya, hanya karena Anda baik kepada mereka, bukan berarti mereka berutang hubungan. Dan ketika Anda menyadari tentang fakta bahwa perasaannya tidak saling, jangan menyalahkan mereka untuk itu. Evaluasilah dirimu. Jangan gambarkan penilaian Anda dengan emosi Anda. Saya tidak mengatakan itu salah, saya katakan itu bukan hal yang paling bijaksana yang dapat Anda lakukan pada seseorang.


Saya terlalu melogikakan masalah perasaan. I might or might not. Kembali ke interpretasi orang ke orang ada pro dan kontra. But in my defense, logika dan perasaan itu harus selaras, kalau timpang bisa jadi potensi masalah. Terlalu pakai logika, hambar. Terlalu pakai perasaan, kacau.

Because you’re not romantically hopeless, are you?

27 April 2017

0 komentar:

Posting Komentar

berkunjung juga yuk!

LATEST POSTS