Love life, masa
muda mana sih yang gak punya kehidupan cinta toh cuma sekedar tentang cengcengan atau
gebetan. Flat rasanya kalau gak pernah mengalami kehidupan
percintaan, begitukah? Love life disini sepertinya bahasannya
ya sekitar cinta-cintaan sama lawan jenis maksudnya. Saya sebenarnya geli dan
bahkan lebih awam tentang love life, saya orang yang hampir
jarang dan hampir gak pernah cerita masalah ini ke teman atau sahabat. Saya
orang yang benar-benar tertutup untuk urusan love life. Namun saya
mulai terbuka ketika umur saya menginjak 20 tahun ke teman saya. Berat rasanya
membuka percakapan soal ini bukan pada keluarga. Itu menurut saya adalah
masalah pribadi yang gak perlu diumbar. Dan apakah reaksi teman?
Tapi, saya punya beberapa kawan yang gemar curhat atau “berkonsultasi”
dengan saya mengenai love life (sebenernya saya berat ngomong love life
dan apa iya?). Karena saya hanya tempat nampung curhat dari sana
sini, saya hafal betul gimana mereka bercerita. Mulai dari yang PDKT,
pacaran, putus nyambung sampai yang sudah mau bubar, semuanya dibahas. Gimana?
Siapa yang jadi ladang curhat? Mereka bakal cerita sampai ada yang nangis
bawang, bahagia setengah mati, minta pendapat atau advice saya tentang kondisi
hubungan mereka dan bahkan ada yang cuma ingin cerita, saya cuma denger aja.
Saya kalau diminta pendapat juga gak selalu jawab? karena itu masalah hati
mereka bukan hati saya. Saya juga gak sepengalaman mereka yang sudah ganti
pacar or punya gebetan yang gak cukup masuk gudang. Mubazir gak sih? Ya kecuali
kalau itu kembali ke kebaikan mereka, i just give advice when your road
is wrong. Saya kadang juga tertawa dalam hati karena mereka tau saya aja
gak pernah cerita masalah love life ke mereka, mereka minta
advice dari saya. God only knows why haha. Tapi kalau sekedar
dengar jadi pelampiasan unek-unek saya adalah pendengar yang baik untuk
curhatan.
Dalam
curhatan apa ada kata romantasasi? pastinya ada. Di usia sebelum saya 20 tahun
ini, sebagai cewek saya juga pernah merasa seperti ini tapi semakin dewasa
saya, pemikiran saya tidak terpatok pada harapan dengan menanam emosi yang
tidak berlebihan. What is PHP? Pemberi harapan palsu, berharap
tapi akhirnya kandas. Saya rasa tidak ada kata PHP jika tidak dibangun dari
dirinya sendiri, kita hanya kurang mengontrol emosi dalam mengharapkan
kelebihan dari hari ini. Ada teman saya yang bercerita dia merasa seperti ada
di permainan tarik tambang yang ditarik ulurkan padahal tidak ada keterikatan
diantara keduanya, like just friendzone maybe. Yah.. walaupun
sebagai cewek yang pernah remaja saya pernah merasakan itu dulu padahal menurut
saya gak ada istilah PHP atau friendzone.
Dari semua
curhatan yang pernah saya dengar, ada hal yang membuat kenapa istilah itu
muncul dengan mudahnya. Ini karena kita dapat meromantisasi segala hal yang
berhubungan dengan perilaku lawan jenis terhadap kita. Kenapa? Pendapat saya
apa salah? No, let me explain about that
Saya pernah baca dari suatu postingan di line yang
membahas ini juga, makanya saya berpikir untuk memakai judul ini untuk mengisi
blog saya. Bagi wanita pada dasarnya lemah lembut dan sangat menyukai bila
semua perhatian tertuju padanya. Oleh sebab itu, salah satu faktor wanita
sangat mudah mencintai seseorang. Apalagi jika lawan jenis yang ia sukai sangat
memperhatikan dirinya. So.. this way bagaimana seorang wanita
bakal baper atau GR. Bagaimana tidak?
Semua bahkan cowok pun saya rasa juga bisa, sering baper atau GR wajar gak sih?
wajarlah menurut saya, kenapa harus ngelak dari kenyataan. Ketika berinteraksi
atau mendapatkan perlakuan tertentu dari lawan jenis, apa yang terjadi? Baper.
Gimana yang gak baper nonton drama romance aja baper. Diajak
makan bareng, GR. Diajak jalan bareng, baper. Diajak ngobrol, GR. Di chat terus
setiap hari pagi siang malam, Baper. Terus terang saya gak suka sama orang yang
nanya lagi apa? udah makan belum? udah mandi belum bla bla bla sampai pagi
siang malam pun begitu, iya sih itu trik PDKT biar bisa ngobrol (chat) sama
gebetannya terus. Helo bro, you know ini terlalu kelasik. Saya
hanya bakal chat lama entah sama cewek atau cowok sampai tengah malam kalau
mereka teman saya akrab. Karena mereka tau saya, dan obrolan mereka
gak basi.
Karena cewek sebenernya suka basa-basi romantis? gak semua
cewek suka keromantisan yang hanya omongan dari mulut bahkan dari chat. Tapi
saya bukan tipe yang peka di romantisisasi oleh lawan jenis. Bahkan sampai ada
yang bilang kesaya "Lo normal kan tapi?"...WHAT! Ya
iyalah, kalau ada yang bilang ke saya seperti itu bahkan hati saya serasa gak
kuat pengin ngumpat haha.
Pernah gak pertama kali di chat/ telp "gak ada yang marah kan aku chat
sama kamu?" so what.. saya punya pacar pun saya bilang
gak ada. Bukan maksud saya nerima cowok sana sini kaya bunga dan kumbang.
Karena saya anggap sebagai menjalin pertemanan, kenapa tidak? apa saya harus
bilang saya punya pacar nanti dia marah terus anda juga gak bakal chat saya
lagi. Helo guys sekarang jaman sudah maju, info dimana-mana
pemastian jomblonya seseorang yang akan kalian chat seharusnya di gali dulu. Ya
walaupun mungkin itu basa-basi. Apakah kata-kata itu juga diromantisasi supaya
kelihatan dia tidak dalam harapan? I don't know, maybe. Padahal
belum tentu pengharapan yang lancar berbuah manis.
Bahkan,
sedikit curhat, saya hampir selalu dikenalkan cowok sama teman-teman saya. Iya
sih di sosmed saya kelihatan jomblo, isinya kalau gak saya ya teman-teman saya
yang kebanyakan juga cewek. Saya akuin disana emang saya kelihatan jomblo.
Bahkan hidup saya dinilai sangat datar, no love life, seriously, i just
not want to tell about that atau menginfokan ke publik 'halo
gue punya pacar lo'. Nah itulah yang mempengaruhi keadaan seseorang
yang melihat akan meromantisisasi kehidupannya, saya yakin pasti ada yang
bilang bahwa itu relationship goals banget, terus yang upload
foto GR. Padahal belum tentu kehidupan cinta nya semulus yang di pamerkan di
sosmednya atau cuma mau dianggap mulus.
Kadang
saya gak suka romantisasi alias i want to the point, setelah
saya berani curhat keteman mereka bakal jawab "jangan gitulah"
"lo kudu buka hati lo" "jangan terlalu pilih" "kamu
tuh jangan terlalu dingin" blaaa blaaa blaa whatever. Let me
explain about this, sekejam apapun saya ada batasnya untuk menanggapi.
Jodoh itu ada takdirnya masing-masing belum tentu saya menerima dia dan
ternyata hanya sebatas sampai pacaran. Single itu pilihan masing-masing, cukup
dengan menyimpannya dalam doa bung dan fokus memperbaiki diri sendiri kearah
yang lebih baik (jodoh? next post oke).
Pernah gak
sih nerima cerita seperti teman saya ini, merasa di PHP karena dia hanya LDR
dan baru kenal 1-2 bulan atau mereka temanan akrab ada sebutan sayang
masing-masing dan suka bercanda bareng dan kalian meromantisasinya dengan
kupu-kupu diperut atau bunga-bunga dihati. Padahal cuma ketemu lewat video
call, telp, skype, chat. Apa ini gejala yang salah? Tentu saja tidak. Sebagai
orang yang suka to the point dan gak peka romantisasi saya
anggap itu manusiawi. Menurut saya hanya bagaimana cara kita mampu atau tidak
mampu mengontrol emosi. Orang yang sedang kasmaran bakal merasa seperti itu,
karena dia mengharapkan kelebihan dari hubungannya. Ini lah kenapa to
the point juga perlu.
Saking
kasmarannya, secara tidak sadar kita membangun harapan atau ekspektasi yang
terlalu tinggi, Kita berandai-andai akan terjadinya suatu kisah romantis sampai
di suatu titik dimana kita lupa, atau bahkan enggan, mempertimbangkan realitas,
dan ketika realitas muncul di depan mata, kita sering mengelaknya. Bahkan ada
cowok yang merasa seperti itu, banyak malah. Cewek mungkin juga bisa memberi
harapan, seperti membalas terus chat mereka (padahal sebenarnya si cewek hanya
merasa sungkan jika tidak balas). Diajak jalan mau, nonton, makan bareng tapi
dia nya menganggap friendzone.
Dalam hubungan pertemanan sebelum pacaran istilah PHP dan friendzone tidak
ada dalam urusan cinta ini menurut saya jika itu tidak kalian konstruksi
sendiri. Pemberi harapan palsu tercipta karena dirinya sendiri yang melebeli
itu, friendzone, dia menciptakan ini hanya sebatas mencari
teman apa zona ini terlarang. Apa yang dilakukan? Biasanya bingung, kesal,
marah, kemudian melampiaskan emosi ke orang yang bersangkutan. Mereka kita
labeli dengan istilah Pemberi Harapan Palsu (PHP), tukang modus, sok ganteng,
sok cantik dan sok sok lainnya. Padahal harapan itu memang tidak pernah ada
sedari awal alias cinta fatamorgana. Kalau sudah begini sangat tinggi
kemungkinan hubungan pertemanannya rusak, things get awkward, you try
to avoid him/her as much as possible and you end up being resentful, which I
think is preposterous and comical at the same time.
Apakah
batasan antara teman dan lebih dari teman sudah begitu samarnya sampai sekedar
berbuat baik pun di cap modus? This think hanya berasal dari
pemikiran sendiri jadi menurut saya istilah itu samar karena tidak ada
kaitannya kita emang dikasih harapan atau dikasih lebih dari zona itu. Saya
melihat tidak ada yang salah jika ada teman laki-laki yang mengantarkan teman
wanitanya pulang karena sudah malam. Tidak ada yang salah juga ketika ada teman
wanita membalas chat kasih semangat dan perhatian, mau diajak jalan atau nonton
karena emang dasarnya wanita gak suka sendiri maunya ada teman yang menemani
kalau kemana-mana istilahnya lebih asyik. Isn’t that what friends are
for? To take care of each other? Kalau bukan, lalu apa? Hanya sebatas
lawan bicara? Itu bukan teman, itu namanya kenalan atau relasi (Silakan
dihitung kembali ada berapa temanmu, atau jangan-jangan selama ini kamu cuma
punya banyak kenalan dan relasi, tapi teman nihil?). Toh gak ada batas untuk
mencari teman disegala jenjang maupun lawannya.
"Ciye!", sejak saya TK sampai SMA bahkan saya sudah duduk dibangku
kuliah kata itu sering terdengar dan mengiang di telinga saya yang disematkan
oleh seisi kelas kepada kita saat ada interaksi dengan lawan jenis (not
always, but very often). Kemudian saya berpikir, trend seperti itu muncul
darimana, kenapa sedikit sedikit diromantisasi? Trend ini yang membuat baper
salah satu bahkan dua-duanya padahal statusnya hanya teman dan begitupun ada
pengharapan setelahnya. Penciptaan romantisasi juga tercipta dari lingkungan
yang kurang menerima kenyataan dan terlalu terbawa arus emosi.
Saya tidak
tahu pasti, tapi saya yakin ini erat hubungannya dengan konsumsi media hiburan,
entah genre musik, film, sinetron, tv show, sosial media bahkan literasi juga.
Gimana tidak media ini adalah konsumsi masyarakat sebagai hiburan dan tema
kebanyakan adalah Love Life yang membius dengan adegan
romantis. Coba dipikir, tema apa yang sangat laris? Tema percintaan. Santapan
paling ringan bikin hati degdeg an, baper, terbawa suasana. Descendant of The
Sun (DOTS) adalah drama korea yang bahkan booming di kelas bangku kuliah saya,
temanya cinta yang dilandasi militer dan kedokteran. See.. berbondong-bondong
pada nonton. Tapi saya punya drama korea yang temanya bukan cinta atau galau
mana ada yang mau lihat seperti SIGNAL dan MISAENG. Lagu apa yang laris?
Tema percintaan. Tema galau Itu yang laku. Dan kita akan merasa, ah lagu ini
lagu saya, persis love life saya. Nah inilah kenapa kita
bilang bahwa romantisasi sering terjadi. Dari musik pop galau, film cerita
cinta di Eropa, sinetron kisah asmara antara anak konglomerat dengan tukang
kebun misalnya, rom-com tv shows, K-Drama romance, hingga postingan IG pasangan
artis yang relationship goal banget, dll. Apa itu nyata? Apa
semua mematok kepada kisah happy ending? Media tahu betul demand
target penontonnya.
Bagi saya
ini sudah cukup untuk merefleksikan bagaimana pandangan kita terhadap
romantisme itu terbentuk. Kita diberi sugesti secara terus-menerus bahwa kisah
cinta itu menyenangkan dan akan selalu berakhir bahagia (happy ending), which
is not always the case. Ini yang menurut saya menyebabkan banyak yang
terpengaruh fantasi asmara ala ala yang kemudian mendorong mereka untuk segera
mewujudkan fantasi tersebut. Hasilnya? Pernah lihat pasangan anak SD/SMP yang
panggilan sayangnya Ayah Bunda? atau mereka bahkan membuat surat perjanjian
karena nonton film Dilan dengan Materai? atau barang couple seperti cincin
dengan nama pasangan masing-masing? Geli? Sama. Inilah generasi sekarang, dari
yang jaman dulu ciye ciye sekarang disamarkan dengan generasi kemakan tontonan
sinetron.
Begitu pun
dengan kita yang (nyaris) dewasa, dengan mudahnya mengumbar kalimat “I love
you”.
Guys, love is an extremely strong word, and you should not
exploit or betray the integrity of that word. Cinta tidak muncul dengan
sendirinya secara ajaib. Cinta dikembangkan, perlu dipelihara dengan
kepercayaan yang terbalas. Dan itu membutuhkan waktu. Ini proses yang panjang,
lambat dan berantakan. Istilah Cinta pada pandangan pertama bukan ide cinta
yang sebenarnya tapi hanya sebatas konsep patologisnya saja. 'Cinta pada
pandangan pertama' nampaknya hanya merupakan daya tarik awal yang begitu kuat,
yaitu nafsu, seperti diberitakan Reader's digest.com.Setelah pertemuan kencan
pertama apakah kita bisa langsung jatuh cinta? Gak kan. Apa yang kita rasa
hanya sebatas mengaguminya saja dan menilai kepribadian dari percakapan
pertamanya. First love itu hanya istilah yang sebenarnya itu samar alias lebih
tepatnya kagum. Yah seperti kita mengagumi artis favorit kita.
Lalu bagaimanakah cara mengontrol perasaan agar tidak terbawa emosi ke cinta
samar atau romantisasi yang berlebihan? Jawabannya saya tidak tahu. Kontrol
emosi setiap orang sangat berbeda atau mungkin kedewasaan yang menyelamatkannya
sendiri. Saya bukan ahlinya, apa harus seperti saya membentengi dengan dasar
saya orangnya kurang peka. Tidak juga dan bukan keharusan. Mungkin ada kata
dimana wanita sanggup menyembunyikan rasa cintanya pada seorang laki-laki,
seperti cinta Fatimah Azzahra pada Ali bin Abu thalib. So jangan
melebih-lebihkan lebih utamakan sebutlah dalam doa dan sibuklah memantaskan
diri, pada akhirnya mereka dipertemukan. Gak perlu muluk bilang PHP atau
di friendzone.
Mungkin Anda harus mencoba
mengevaluasi kembali emosi Anda lebih sering. Tanyakan pada diri sendiri apakah
perasaan Anda itu asli atau tidak. Mungkin Anda terlalu banyak mengonsumsi
K-Drama atau sinetron dengan genre romance? Mungkin Anda hanya merasa kesepian
dan butuh teman? Atau mungkin Anda hanya suka menikmati adrenalin untuk jatuh
cinta, berada di masa depan, hubungan imajiner, tetapi Anda sebenarnya tidak
merasakan cinta hanya ingin meluapkan kepada orang bahwa anda jatuh cinta, apa
yang Anda rasakan hanyalah kegembiraan berada bersama seseorang? Jangan malas
dan kejam saat mengkritik perasaan Anda sendiri. Anda mengenal diri sendiri
lebih baik dari orang lain, know yourself before you judge
someone. Urutkan diri Anda dan tinggallah pikiran Anda untuk melakukan
sesuatu yang lebih baik, intinya lebih dalam memantaskan diri dalam kutip
bukanlah belajar dandan, kesalon, pakai barang bermerk hanya untuk dilirik
lawan jenis. Cukup dekatkan diri dengan Tuhan.
Last but not least,
cobalah untuk berhenti egois dan rayakan semua jenis kebaikan yang ditujukan
kepada kita, serta kebaikan yang kita tunjukkan kepada orang lain. Hanya karena
mereka baik kepada Anda, bukan berarti mereka ingin Anda menguasai mereka.
Sebaliknya, hanya karena Anda baik kepada mereka, bukan berarti mereka berutang
hubungan. Dan ketika Anda menyadari tentang fakta bahwa perasaannya tidak
saling, jangan menyalahkan mereka untuk itu. Evaluasilah dirimu. Jangan
gambarkan penilaian Anda dengan emosi Anda. Saya tidak mengatakan itu salah, saya
katakan itu bukan hal yang paling bijaksana yang dapat Anda lakukan pada
seseorang.
Saya terlalu melogikakan masalah perasaan. I might or might not.
Kembali ke interpretasi orang ke orang ada pro dan kontra. But in my
defense, logika dan perasaan itu harus selaras, kalau timpang bisa jadi
potensi masalah. Terlalu pakai logika, hambar. Terlalu pakai perasaan, kacau.
Because
you’re not romantically hopeless, are you?
27 April
2017