Hari
ini adalah hari dimana pemakaman Ibu Anne. Lisa menangis dibalik kaca mata hitam
yang menutupi matanya. Sedangkan Anne berusaha tabah dengan ini, Ia menaburkan
bunga dengan tangan dan bibir yang bergetar. Pak Umar yang mengantar Lisa
berada dibelakang dengan membawa payung hitam yang besar untuk melindungi Lisa
dari panas matahari yang saat itu sangatlah panas.
Tak
disangka, Ibu Anne telah tiada. Diluar tempat pemakaman Lisa memeluk Anne untuk
menegarkan hatinya yang mungkin sakit, karena Ibunya adalah satu-satunya keluarganya.
Lisa yang masih menangis, tiba-tiba ditarik dari belakang oleh bodyguard
ayahnya. Disampingnya ada Ayahnya yang mengeluarkan tampang marah dan kesal.
Tiba-tiba tamparan diterima Anne, Lisa yang ada disana tak terima dan berusaha
lepas dari genggaman bodyguard. Anne hanya mengalihkan pandangannya tanpa
berkata sepatah katapun.
“Saya
peringatkan pada Anda, jangan pernah memanfaatkan anak saya, anda tak sedrajat
dengan kami, anda tak berhak berteman dengan anak saya,”kata Ayah Lisa
menunjukan wajah tak senang.
“Maaf,
saya tak bermaksud seperti itu, memang….,”kata Anne dengan memegangi pipinya
yang terkena tamparan dan kata-katanya terpotong dengan hentakan Ayah Lisa.
“Hehh,
saya tau mau Anda apa?” kata Ayah Lisa dan melempar uang kemuka Anne.
Anne
merasa direndahkan, Ia pergi dari hadapan Ayah Lisa tanpa berkata. Ia tak
mengambil uang itu berapapun. Di jalan Anne hanya berguman dengan mulutnya yang
bergetar dan menyanyikan lagu yang sering ia nyanyikan dengan ibunya.
Dua
bulan berlalu, Anne tak penah lagi bertemu dengan Lisa setelah kejadian
dipemakaman Ibunya. Hatinya sudah panas dan marah saat itu. Suatu hari Pak Umar
datang kerumah Anne dengan baik-baik. Pak Umar menyampaikan bahwa sekarang ini
Lisa sedang terbaring koma dirumah sakit dan Ia mengigau dan menyebut nama
Anne. Pada awalnya Anne tak percaya, tapi Ia yakin Pak Umar tidak bohong. Pak
Umar membawa Anne kerumah sakit dimana sekarang ini Lisa sedang terbaring tak
sadarkan diri. Anne hanya bisa melihat dari jendela pintu kamar tempat Lisa
berbaring melawan rasa sakit. Pak Umar mengatakan sesuatu pada Anne, bahwa Nona
Lisa sejak kejadian itu sudah meninggalkan obat-obat penahan rasa sakitnya dan
selalu membantah perintah ayahnya. Lisa sangat marah dengan Ayahnya yang egois.
Saat
Anne akan pulang kerumah, Ia melewati pintu loket pembayaran. Tidak disangka ia
melihat Ayah Lisa sedang bicara dengan dokter, dan dia menguping sedikit
pembicaraan dokter itu. Dokter menyebutkan bahwa Lisa butuh pendonor hati
dengan segera, kalau tidak nyawanya tak bisa diselamatkan. Anne mendengar itu
langsung merasa Iba pada Lisa yang selama ini sangat baik dengan keluarganya
itu. Setelah Ayah Lisa menghilang dari hadapanya dan ditinggalkannya dokter itu
sendiri. Anne menghampiri dokter itu dengan bertanya sesuatu.
Ayah
Lisa mendengar kabar bahwa rumah sakit telah mendapatkan transplantasi hati
untuk operasi pencangkokan hati anaknya. Ada yang rela mendonorkan hatinya,
tapi pihak kedokteran belum bisa menyebutkan pendonor itu. Akhirnya Lisa di
operasi, operasi berjalan sukses. Lisa yang sudah sadar dari komanya, mulai
membuka matanya dan melihat bahwa disekitarnya dikelilingi beberapa orang dari
keluarganya dan seorang dokter.
“Ayah,
Bunda, Lisa dimana?”kata Lisa masih lemas dan matanya terasa masih
berkunang-kunang.
“Lisa,
sekarang ini ada di rumah sakit sekarang,” kata Bundanya yang menatap anaknya
dengan penuh haru bahagia.
“Lisa
ayah minta maaf, Ayah hanya memikirkan diri ayah sendiri. Hari ini kamu sudah
selesai di operasi,”kata Ayahnya dengan membelai rambut anaknya.
“Operasi,
siapa yang mendonorkan hatinya untuk aku, aku mau berterima kasih Ayah,”kata
Lisa dengan mengenggam tangan Ibunya.
“Ayah
kurang paham nak, Dokter tidak mau memberi tahu Ayah dan Bunda atau
siapapun?”kata Ayahnya.
“Dokter,
kumohon beritahu siapa yang telah mendonorkan hatinya untuk aku?”kata Lisa
dengan sedikit memohon pada dokter.
Dokter
menjawab dengan penuh rasa bersalah karena dia telah janji bahwa tak akan
memberi tahu, tapi lihat wajah Lisa yang memohon pada dokter itu, “Anak itu
datang sekitar sehari sebelum Lisa di operasi, ada anak seumuran Lisa datang
dan Ia langsung ingin diperiksa, setelah hasilnya bagus dia bilang ingin
mendonorkan hatinya untuk Nona Lisa, namanya ehmm… seingat dokter sih Anne.”
“Anne!”kata
Lisa dan Ayahnya terkejut.
“Iya,
tapi dia kabur setelah dioperasi tiga hari yang lalu,” kata Dokter menjelaskan
hingga detail.
Lisa
menatap Ayahnya yang langsung merasa bersalah karena telah menyalah-nyalahkan
serta menghina Anne. Sehari setelah ia tersadar dari komanya ia menuju ke rumah
Anne yang tak lain dibawah jembatan yang pernah terbakar itu. Di dalam rumah
Anne telah dihuni orang yang berbeda. Orang itu tak tahu penghuni yang lama
rumah ini, Ia hanya cerita, bahwa dua hari yang lalu rumah ini sudah tidak
dihuni lagi. Lisa masih mencari keberadaan Anne. Ia tanya kepada tetangga Anne
yang tinggal disebelah rumah Anne.
“Permisi,
Ibu kenal anak yang tinggal dirumah sebelah, namanya Anne?” tanya Lisa dengan
tersenyum pasif dan gelisah.
“Ah,
iya, adik mencarinya ya, aduh dek percuma..”kata Ibu itu dengan mengendong
anaknya.
“Kenapa
bu?”kata Lisa semakin gelisah.
“Anne
sudah meninggal dua hari lalu, ibu tak tau kenapa? Tapi setahu ibu dia sakit
dibagian dadanya, tiga hari lalu ia pulang dengan wajah yang puncat pasif, dan
setelah itu keesokan harinya ia ditemukan sudah tak bergerak didalam rumahnya,”
cerita Ibu itu dengan gaya mengendong anaknya.
Lisa
tak kuat dengan cerita Ibu tadi, Ia merasa bersalah dengan hal itu. Pak Umar
dan Ayahnya mengantarkan Lisa ke pemakaman dan ia melihat batu nisan
bertuliskan nama Anne disana. Lisa sudah meneteskan air matanya. Ia menatap
makam itu dengan penuh rasa bersalah. Tapi Lisa sudah tidak bisa mengubahnya
lagi, ini sudah tak bisa di ulang lagi. Ayah Lisa menenangkan Lisa yang
menangis diatas gundukan tanah yang masih basah. Walaupun batu nisan telah
memisahkan kehidupan dan persahabatan Lisa dan Anne, tapi hati mereka bersatu
di dalam tubuh Lisa. Lisa memegang didepan hatinya dengan menangis haru dan
berkata, “Walau kita berpisah dan tak akan pernah bertemu, hatimu berada di
hatiku selamanya sahabatku tercinta.”
~THE END~
By Desintya Sari Norega
Karya
ini adalah sebuah tugas bahasa Indonesia saat aku masih kelas 1 SMA,
mungkin kekurangannya banyak karena ini cerpen ngerjainnya mendadak.
Pagi dikumpul malamnya baru buat =] SKS (Sistem Kebut Semalam)hehe. Tapi
cerpen ini sudah pernah di pakai buat lomba MADING, katanya sih menang!
tapi aku gak tau pasti (: Oke Trims yang mau ngeluangi waktu untuk
membaca.
0 komentar:
Posting Komentar